Produk KPR BCA (dok detikFinance)
Jakarta - Penurunan pertumbuhan kredit perbankan dari 30 persen di tahun 2008 menjadi 15,6 persen di tahun ini terjadi karena beberapa faktor. Namun faktor utamanya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi dan perebutan dana masyarakat antara pemerintah dan perbankan.
Perebutan dana masyarakat itu antara lain tercermin dari penerbitan sukuk oleh pemerintah yang juga dinilai sebagai salah satu pemicu penurunan pertumbuhan kredit.
Hal tersebut dikatakan oleh pengamat ekonomi makro dan perbankan dari INDEF, Aviliani seusai menjadi moderator pada seminar Pendanaan Investasi Lingkungan di Hotel Nikko, Jakarta, Selasa (24/2/2009).
Menurut Aviliani, pemerintah telah mengeluarkan sukuk Rp 5 triliun, sehingga dana masyarakat terserap kedalamnya, padahal perbankan sendiri saat ini sedang membutuhkan dana untuk menggulirkan kredit.
Tahun ini banyak perusahaan yang tidak mengeluarkan obligasi atau sahamnya karena keadaan pasar yang tidak bagus dan mendapatkan dananya dari bank sehingga dengan kondisi seperti ini seharusnya pertumbuhan kredit perbankan bukan menurun tetapi cenderung naik. Menurutnya, pertumbuhan kredit perbankan mestinya bisa mencapai 20 persen.
"Sebenarnya cara untuk memicu pertumbuhan kredit itu jika pemerintah mengeluarkan surat perbendaharaan negara (SPN), bukan sukuk. Namun yang terjadi saat ini karena adanya perebutan dana diambil pemerintah dengan sukuk maka yang terjadi bank kekurangan likuiditas dan akan menimbulkan suku bunga yang naik dan menyebabkan adanya Non Performing Loan (NPL) dan terhambatnya ekspansi," tegasnya.
Pelemahan pertumbuhan kredit perbankan, lanjut Aviliani, sebenarnya dapat dicegah selama pemerintah dapat menjaga APBN keluar dengan cepat.
"APBN itu akan menjadi sumber pertumbuhan utama yaitu 10,4 persen dari GDP. Investasi yang tidak mungkin dari investor luar tapi dari perbankan yaitu 6,5 persen," jelasnya.(qom/qom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar