Menjelang dua tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), Presiden menyampaikan pidato kenegaraan pada Agustus 2005 dan Agustus 2006. Dalam pidato tersebut, yang menjadi fokus adalah program pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui pembangunan infrastruktur dan revitalisasi pertanian, perikanan, serta kehutanan.
Visi pemerintah sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat, khususnya di sektor pertanian, karena hampir 70% masyarakat
Terhambatnya pengembangan revitalisasi pertanian akibat mekanisme pasar dibiarkan membuat harga beli di tingkat petani tidak stabil.
Dalam praktik, pengumpul atau pedagang memanfaatkan situasi untuk membeli hasil petani dengan harga murah, dan mereka menjualnya dengan harga mahal karena mereka menguasai pasar dan informasi.
Petani adalah pihak yang dirugikan karena mereka tidak berdaya. Sejak anggaran subsidi pemerintah menyusut, mereka harus menyediakan sendiri bibit, pupuk, dan sarana produksi lain sehingga biaya tanam menjadi mahal. Dari sisi pembiayaan, perbankan masih enggan menyalurkan kredit ke sektor pertanian karena dianggap kurang layak dari sisi pengembalian, tingginya risiko, dan rendahnya kemampuan dalam replanting atau peremajaan. Belum lagi adanya persaingan harga yang tidak fair karena pertanian di negara-negara maju disubsidi.
Masalah struktural itu menyebabkan perbankan enggan menyalurkan kredit ke sektor pertanian dan perkebunan. Per Juli 2006, kredit perbankan di sektor pertanian dan perkebunan tidak lebih hanya 6% dari total kredit yang tersalur secara nasional. Selain itu, nilai tambah (value added) yang diciptakan relatif rendah karena komoditas yeng diekspor lebih banyak berupa bahan mentah.
Di Indonesia sektor pertanian dan perkebunan telah lama tidak memperoleh subsidi dan penyediaan perlengkapan tanam. Ini bukan merupakan kebijakan popular.
Selain itu, perusahaan multinasional sering menghambat kompetisi melalui exclusive contract dengan host government. Mereka tidak melakukan reinvestasi yang proporsional dengan keuntungan yang diperoleh, menekan tumbuhnya industri lokal dan memperburuk keseimbangan desa-kota. Mereka juga membayar upah murah, tidak kompatibel dengan rasa kemanusiaan dan tuntutan teknologi, juga menghindari pajak lokal melalui transfer pricing, kontribusi pajak sering lebih rendah daripada nilai fasilitas yang diberikan (Pakpahan, 2004).
Bila pemerintah ingin berhasil dalam mengentaskan kemiskinan maupun pengangguran dan mencapai prestasi sesuai visi dan target pertumbuhan 6-7% per tahun, juga peningkatan daya beli masyarakat, maka diperlukan berbagai upaya. Antara lain, pertama, dukungan pendanaan terkait dengan subsidi bunga yang baru dianggarkan pemerintah pada tahun 2007 sebesar Rp 1 triliun -- namun terbatas pada sektor energi alternatif. Seharusnya subsidi juga diberikan pada sektor pertanian dan perkebunan yang menjadi komoditas unggulan berorientasi ekspor. Dengan demikian, anggaran bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 4 triliun dapat dialihkan pada sektor pertanian dan perkebunan.
Kedua, bila tidak memungkinan bank-bank umum berkontribusi lebih besar pada sektor pertanian dan perkebunan, maka perlu didirikan bank pertanian (Pakpahan, 2004) seperti di negara lain (
Ketiga, perlindungan petani atas bencana dan kekeringan dengan kompensasi asuransi kerugian. Keempat, dukungan terhadap infrastruktur pertanian dan perkebunan. Untuk perkebunan berpola perkebunan inti rakyat (PIR), inti plasma dapat dikembangkan lebih baik melalui swasta dan BUMN untuk membeli hasil (output) petani atau sebagai lembaga pasar. Dengan demikian, tercipta stabilisasi pendapatan petani, bukan sekadar stabilisasi harga. Ini niscaya berdampak terhadap stabilitas pendapatan petani.
Kelima, memanfaatkan koperasi atau BUMN terkait sebagai penyedia bibit, pupuk, dan kelengkapan lain bagi petani agar tidak terjadi kelangkaan maupun stabilisasi harga pada faktor input. Kelima, pengembangan teknologi agar kualitas hasil selalu memenuhi permintaan pasar dan mampu bersaing.
Ke depan kita tidak hanya membanggakan potensi sumber daya alam di sektor migas, tetapi memiliki daya saing tinggi di sektor nonmigas, khususnya pertanian dan agroindustri. Yang utama adalah kesejahteraan masyarakat sesuai amanat konstitusi harus diwujudkan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar