Jumat, 30 Januari 2009
Inflasi dan Suku Bunga
Prediksi pemerintah dalam menentukan angka inflasi beberapa kali meleset - tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Karena itu, prediksi pemerintah tidak dapat dijadikan patokan pasar. Meski begitu, pemerintah selalu menyatakan optimis mengenai angka inflasi ini.
Hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Oktober inflasi mencapai 15,75%. Di sisi lain, pemerintah yakin bahwa angka inflasi akhir tidak lebih dari 12% - dan akan menurun menjadi deflasi setelah Lebaran. Pemerintah lebih banyak memperhitungkan angka inflasi dengan menggunakan angka-angka makro ekonomi - dan semuanya dianggap tetap (ceteris paribus), tanpa mempertimbangkan distorsi pasar dan kondisi di lapangan.
Misalnya, ketika pemerintah baru mengumumkan waktu dan jumlah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), ternyata di di lapangan harga sudah lebih dulu melambung. Pedagang beralasan, itu karena pasokan BBM terbatas dan mengalami kelangkaan. Tapi setelah harga BBM naik pun, kelangkaan BBM masih saja terus berlangsung, sehingga harga aneka kebutuhan pokok melonjak. Ini menjadi pemicu meroketnya inflasi pada Oktober lalu.
Prediksi pemerintah bahwa setelah Lebaran terjadi deflasi juga meleset - karena sampai akhir November kemarin inflasi belum juga turun. Bahkan diprediksi, inflasi sampai akhir tahun ini lebih tinggi lagi: mencapai 17-18 persen.
Tingginya inflasi telah direspons Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan suku bunga sampai dua kali: dari 10% menjadi 11%, kemudian naik lagi menjadi 12,25%. Kenaikan tersebut direspons juga oleh perbankan dengan menaikkan suku bunga simpanan maupun kredit.
Dalam konteks itu, BI tidak menaikkan suku bunga sampai di atas angka inflasi. BI sangat berhati-hati mengenai kemungkinan munculnya akibat lain, yaitu memburuknya kinerja bank yang juga bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, pengetatan moneter yang dilakukan BI bukan disebabkan oleh sisi permintaan, melainkan karena kebijakan pemerintah.
Sampai akhir tahun 2005, perbankan nasional memang tidak mengalami penurunan kinerja secara signifikan. Secara keseluruhan, selama Januari-Agustus, hampir sebagian besar bank telah mencapai target usaha. Tetapi tahun depan, sampai semester I, diperkirakan perbankan nasional mengalami penurunan kinerja karena ekspansi kredit melorot. Bahkan sangat mungkin mereka kian dibebani masalah kredit macet hingga di atas 5%. Karena itu, BI perlu meninjau kembali efektivitas kenaikan suku bunga dalam rangka merespons inflasi ini. Data statistik BI sendiri menunjukkan, kenaikan suku bunga ternyata hanya membuat pertumbuhan dana pihak ketiga di perbankan sebesar 0,7%.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar