Kamis, 29 Januari 2009
Peran Investor Domestik
Di tengah kesulitan ekonomi nasional yang ditandai dengan tingginya angka
kemiskinan, rendahnya investasi di sektor riil, tidak berjalannya proyek
infrastruktur yang telah menjadi rencana pemerintah, dan keluhan banyak
pengusaha dalam menjalankan usaha, dunia internasional justru memberikan
penghargaan kepada Menteri Keuangan.
Selain itu, hasil survei World Economic Forum (WEP) juga sangat mengejutkan
banyak pihak karena menunjukkan bahwa daya saing Indonesia meningkat
signifikan, yaitu menduduki peringkat 50 dari 125 negara, sedangkan tahun
sebelumnya menduduki peringkat 69 dari 107 negara.
Kondisi di lapangan tidak sesuai dengan hasil survei itu. Kemungkinan bukan
daya saing Indonesia yang meningkat, tetapi negara-negara lain yang sebelumnya
di atas Indonesia mengalami penurunan daya saing. Itu yang membuat posisi
Indonesia seolah-olah jadi lebih tinggi.
Apa pun peringkat yang diberikan lembaga internasional kepada Indonesia,
sayangnya belum menjadi pedoman investor untuk menempatkan dana mereka di
Indonesia, khususnya investasi jangka panjang atau sektor riil. Selama krisis
hingga saat ini, investor asing lebih tertarik menanamkan dana pada instrumen
investasi jangka pendek di pasar uang maupun pasar modal.
Ini tercermin dari besarnya aliran dana masuk serta tingginya indeks harga
saham gabungan (IHSG) yang kurang berkorelasi dengan banyaknya perusahaan baru
yang go public. Itu berarti bahwa pasar sekunder lebih marak dibanding pasar
primer.
Kondisi tersebut tidak akan mampu memperbaiki pertumbuhan ekonomi secara
berkualitas. Bahkan sektor riil yang bertahan tidak akan mampu mengantisipasi
kondisi pasar terkait nilai tukar (sulit diprediksi tingkat kestabilannya).
Daya saing sulit dipertahankan karena sebagian besar negara melakukan berbagai
efisiensi yang membutuhkan kepedulian pemerintah dalam kebijakan maupun
perilaku birokrasi.
Investor asing masih menjadi kebanggaan pemerintah untuk menumbuhkan ekonomi
Indonesia, sehingga semua pejabat sibuk berkunjung ke luar negeri untuk mencari
berbagai cara menarik minat investor. Sayangnya penawaran kepada investor asing
tidak disertai dengan berbagai tawaran konkret, bahkan pada tingkat
implementasinya Indonesia sendiri belum siap.
Apalagi investor asing tidak menguasai dan mengetahui kondisi Indonesia secara
utuh. Mungkin yang mereka kenal hanya Bali. Untuk menarik minat investor asing
mungkin masih membutuhkan waktu cukup lama, selain masalah keyakinan yang belum
tercipta di benak investor asing. Masalah lain yang menjadi indikator investor
asing adalah investor domestik.
Selama ini investor asing melihat bahwa investor domestik Indonesia justru
banyak yang menempatkan investasi di luar negeri. Itu berarti bahwa Indonesia
masih berisiko untuk investasi.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah seharusnya lebih banyak
berorientasi pada pengembalian dana investor domestik yang sejak krisis ekonomi
tahun 1998 banyak mengalir keluar ke negara-negara yang dianggap lebih aman.
Saat ini mereka belum banyak yang mengembalikan dana ke Indonesia untuk
investasi. Selain berbagai masalah politik yang dianggap sangat berperan dalam
ekonomi Indonesia, juga masalah korupsi yang sedang banyak digarap Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga lain.
Karena itu, ketakutan mereka justru dana tidak aman bila kembali ke Indonesia.
Perlu dipikirkan cut off atas persoalan yang banyak menyangkut kebijakan dan
fasilitas pemerintah di masa lalu, khususnya bagi pengusaha. Bila pemerintah
memaksakan memburu harta koruptor dan pengusaha terus-menerus, itu belum tentu
mampu dicapai. Bahkan yang terjadi biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada
tingkat pengembaliannya.
Yang lebih ironis adalah rakyat justru tambah miskin, dan karena pemerintah
dianggap salah dalam memberikan solusi. Bahkan dari hasil survei, rakyat miskin
tidak peduli dengan pemberantasan korupsi. Yang penting mereka dapat pekerjaan
dan hidup layak. Sedangkan yang lebih peduli terhadap pemberantasan korupsi
adalah kaum elite.
Yang menarik dari banyak kasus korupsi yang diangkat lebih banyak digunakan
sebagai alat pembunuhan karakter, atau mencari kesalahan untuk menjegal lawan
di tingkat politik maupun akademis. Lihat saja ketika akan dilakukan pemilihan
kepala daerah, maka mulai diusik masa lalu terkait dengan korupsi calon yang
lain. Contoh lain seorang akademisi baru diusik masalah dugaan korupsi, karena
yang bersangkut menjadi calon hakim agung.
Bila pemerintah ingin melakukan perubahan mendasar di sektor ekonomi riil,
diperlukan upaya untuk mengubah pola pemikiran dari yang berorientasi hanya
pada investor asing semata ke investor domestik.
Pertama, mereka lebih mengetahui kondisi di Indonesia sehingga lebih memudahkan
dalam mengendalikan perekonomian. Kedua, mereka peduli dengan kondisi negara
sehingga pembayaran pajak jadi lebih besar. Banyak bukti menunjukkan,
pembayaran pajak investor asing yang membeli BUMN atau melakukan usaha di
Indonesia justru menurun dengan berbagai alasan terkait investasi.
Ketiga, penciptaan lapangan kerja jadi lebih besar, karena lebih banyak
menggunakan tenaga ahli dari Indonesia, bukan tenaga asing.
Untuk mengatasi itu, pemerintah perlu melakukan tax amnesty bagi investor
domestik. Sebaiknya soal ini masuk RUU Perpajakan. Lalu pemerintah
mengakomodasi kepentingan investor domestik dengan berbagai kebijakan agar daya
saing nasional meningkat. Kebijakan selama ini hanya bersifat parsial dan
kurang memperhatikan kebutuhan dunia usaha.
Di sisi lain, merevisi RUU Penanaman Modal yang bersifat sangat liberal, tidak
membedakan investor asing dan domestik. Walaupun negara lain mengklaim mereka
liberal, lihat kebijakan ekonomi mereka, tetap menomorsatukan perusahaan
domestik.
Sektor-sektor yang diperbolehkan untuk investor asing dan domestik harus
dieksplisitkan. Ini beralasan karena dalam RUU Penanaman Modal semua sektor
boleh dimasuki oleh asing maupun domestik.
Dengan mengubah strategi, kemungkinan pemerintah mampu cepat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan pengangguran. (Suara Karya, Rabu, 27 September 2006)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar