Senin, 06 Juli 2009

Aviliani: Moderator Tak Boleh Cecar Capres


VIVAnews - Moderator Debat Calon Presiden pada 25 Juni 2009, Aviliani, mengaku sebenarnya ingin mencecar jawaban calon presiden. Namun Aviliani terganjal aturan yang telah disepakati Komisi Pemilihan Umum dengan tim kampanye calon presiden.

"Sebenarnya KPU awalnya memberi peluang bagi moderator mendebat, tapi yang tidak setuju tim sukses," kata Aviliani yang ditemui di Komunitas Salihara, Jakarta Selatan, Jumat 26 Juni 2009.

Tim sukses menolak karena khawatir yang didebat hanya salah satu calon presiden saja. "Akhirnya disepakati tidak boleh mendebat," ujar ekonom dari Universitas Indonesia itu.

Namun Aviliani tak hilang akal. Aviliani lalu menyelipkan pertanyaannya dengan angka dan data. Namun jawaban yang diperoleh Aviliani dari para calon presiden mengecewakan. Jawaban para capres tidak disertai ukuran atau target angka tertentu misalnya seperti masalah subsidi bahan bakar minyak.

Selain itu, Aviliani mengakui tidak terbangun perdebatan antarcalon presiden. "Mungkin karena budaya ketimuran, jadi mereka takut dianggap mencecar salah satu kandidat oleh masyarakat," katanya.

Debat II, Siapa Capres Neolib?


INILAH.COM, Jakarta - Debat capres bagian kedua yang digelar Kamis (25/6) malam menjadi debat paling penting dalam Pilpres 2009 ini. Tema kemiskinan dan pengangguran menjadi inti dari persoalan. Tema ini pula akan menjadi panduan publik, siapa capres neolib?

Debat capres kali ini mengangkat tema yang cukup kontekstual dengan persoalan yang dihadapi Indonesia, yakni kemiskinan dan pengangguran. Temanya pun cukup menantang ‘Mengentaskan Kemiskinan dan Pengangguran’ dengan moderator pengamat ekonomi Aviliani.

Seperti ingin mengoreksi moderator dua debat sebelumnya, Aviliani pun berjanji akan menghadirkan debat yang berbeda dengan sebelumnya. Menurut Avi, demikian ia sering disapa, dirinya akan memaparkan data-data.

“Saya tidak hanya akan bertanya, tapi juga menampilkan data-data. Tujuannya agar capres nanti bisa membicarakan sesuatu yang kongkret dan enggak bisa ngeles karena saya punya data,” tambah Aviliani.

Merespons rencana Aviliani untuk menampilkan data-data ekonomi terkait pengangguran dan kemiskinan, Ketua Bidang Ekonomi DPP Partai Demokrat Darwin Zahedy Saleh menegaskan SBY menyambut positif rencana moderator untuk menampilkan data-data.

“Kami senang sekali jika moderator akan menampilkan data-data ekonomi. Karena dengan angka-angka itu tempat rujukan ketika sudut pandang berbeda,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (25/6).

Kegembiraan Tim SBY-Boediono dengan rencana moderator Aviliani untuk memaparkan data-data ekonomi, memang cukup berlasan. Setidaknya, menurut Darwin, angka kemiskinan dan pengangguran sejak SBY awal memerintah hingga saat ini mengalami penurunan. “Angka pengangguran kini di angka 8,1%. Sedangkan kemiskinan 15,4%,” tandasnya.

Sementara kubu JK-Wiranto juga menjamin, JK akan tampil dengan prima terkait dengan tema kemiskinan dan pengangguran. Menurut anggota tim kajian JK-Wiranto Fadhil Hasan, JK akan memaparkan visi dan program kerja di bidang ekonomi jauh lebih konkret dan terukur. “Sehingga masyarakat mengetahui dan paham dengan program Pak JK,” ujarnya.

Fadhil menjelaskan, dalam debat II capres, JK akan tampil sebagaimana saat dialog dan debat sebelumnya dengan menyampaikan gagasan yang orisinil. “Yang pasti pengalaman beliau selama di pemerintahan akan menjadi bahan penyampaian materi debat,” katanya.

Sementara kubu Mega-Prabowo mengaku senang jika moderator menggunakan data ekonomi dalam debat II capres. “Data-data yang akan ditampilkan itu pasti akan menggangu incumbent. Karena angka kemiskinan dan pengangguran saat ini memang besar. Kita akan manfaatkan benar-benar data itu sebagai senjata," ujar Sekretaris II Timkamnas Mega-Prabowo Hasto Kristiyanto.

Menurut pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih isu paham ekonomi neoliberal akan muncul dalam debat II capres ini. “Paham neoliberal akan menjadi perdebatan kali ini,” jelasnya.

Menurut Sri Adiningsih dalam debat ini bisa dilihat seberapa besar keberpihakan para capres terhadap persoalan yang muncul. “Seperti bagaimana mengatasi defisit APBN, apakah melakukan privatisasi BUMN atau menerbitkan obligasi. Apakah para capres menerapkan UUD 1945 secara konsekuen atau tidak. Itu menjadi indikasi apakah capres penganut paham neoliberal atau tidak,” paparnya.

Sri menilai, capres SBY dan JK tidak akan berbeda visi-misinya terkait pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Hal ini disebabkan karena keduanya saat ini menjabat presiden dan wapres. “Saya kira SBY dan JK tidak memiliki perbedaan tajam terkait strategi pengentasan kemiskinan dan pengangguran,” imbuhnya.

Justru Sri menilai, capres Mega akan menampilkan strategi yang berbeda dengan dua capres lainnya. Hal tersebut, menurut Sri, tidak terlepas dari platform PDIP dan Partai Gerindra pengusung duet Mega-Prabowo yang menampilkan isu kerakyatan. “Yang saya tunggu bagaimana Mega-Prabowo menampilkan strateginya,” cetusnya. Lalu siapa capres Neolib? Tunggu saja nanti malam. [E1]

Kamis, 04 Juni 2009

Lima Moderator Siap Pandu Debat Capres-Cawapres


Tempo Interaktif, Rabu, 03 Juni 2009 | 19:52 WIB

Komisi Pemilihan Umum telah mendapat konfirmasi dari para moderator debat calon presiden dan wakil presiden. Anggota Komisi Pemilihan yang mengepalai Kelompok Kerja, I Gusti Putu Artha, mengatakan lima moderator bersedia berperan dalam debat tersebut. “Sejauh ini respon mereka positif,” kata Putu di kantornya, Jakarta, Rabu (3/6).

Tiga moderator debat calon presiden adalah Rektor Universitas Paramadina, Prof Dr Anies Baswedan; ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Aviliani, M.Sc; dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Pratikno. Sedangkan dua moderator debat calon wakil presiden adalah Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Prof Dr Komrauddin Hidayat; dan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia, Dr. dr. Fahmi Idris.

Komisi Pemilihan, kata Putu, juga sudah menyiapkan moderator cadangan jika moderator berhalangan hadir. Tapi, Putu enggan menyebutkan moderator cadangan tersebut. “Tak etis kalau disebutkan,” katanya.

Soal tempat debat, Komisi Pemilihan masih belum memutuskan. Ada sejumlah alternatif tempat, yaitu Taman Mini Indonesia Indah atau kantor Komisi Pemilihan Umum. “Yang pasti di ruang tertutup,” ujar Putu Artha.


Jadwal, Tema, dan Moderator Debat

1. Kamis, 18 Juni, debat pertama calon presiden. Tema: Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih serta menegakkan supremasi hukum. Moderator Prof Dr Anies Baswedan

2. Selasa, 23 Juni, debat pertama calon wakil presiden. Tema: Pembangunan jati diri bangsa. Moderator: Prof Dr Komaruddin Hidayat

3. Kamis, 25 Juni, debat kedua calon presiden. Tema: Mengentaska kemiskinan dan pengangguran. Moderator: Aviliani, M.Sc

4. Selasa, 30 Juni, debat kedua calon wakil presiden. Tema: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Moderator: Dr. dr. Fahmi Idris

5. Kamis, 2 Juli, debat ketiga calon presiden. Tema: Negara Kesatuan Republik Indonesia, Demokrasi dan Otonomi Daerah. Moderator: Prof. Dr. Pratikno

Sulit, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dalam Waktu Singkat


Kompas, Kamis, 4 Juni 2009

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan janji para capres untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu dekat bukanlah hal yang mudah untuk dicapai mengingat berbagai persoalan dalam perekonomian Indonesia saat ini.

"Sulit mengejar pertumbuhan tinggi karena banyak UU dan peraturan yang menghambat untuk penyerapan anggaran dalam waktu cepat," kata Aviliani di Jakarta, Kamis (4/6).

Aviliani mencontohkan adanya Keppres Nomor 80/2003 tentang Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang membuat proses tender pengadaan barang dan proyek baru bisa selesai dalam waktu 8 bulan. "Masih banyak aturan lain yang menghambat. Jadi tidak semudah yang dikatakan. Banyak aturan dan UU yang harus diubah," katanya.

Aviliani juga mengatakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga tidak ada artinya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat jika pertumbuhan tersebut lebih banyak berasal dari konsumsi masyarakat seperti yang terjadi saat ini. "Yang penting kualitas pertumbuhannya, jangan terlalu banyak kontribusi dari sektor konsumsi sebab yang penting adalah dari sisi investasi yang bisa membuka lapangan kerja dan peningkatan di sektor industri," katanya.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini lebih banyak berasal dari sektor konsumsi yang mencapai 68 persen, sementara sektor investasi hanya sebesar 22 persen.

Sebelumnya, para capres yang akan bertarung dalam pilpres Juli mendatang saling mengumbar janji untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam waktu cepat.

Capres Jusuf Kalla menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen di tahun 2011. Capres Megawati Soekarnoputri paling optimistis karena menetapkan target pertumbuhan ekonomi hingga dua digit dalam kurun lima tahun ke depan. Sementara capres Susilo Bambang Yudhoyono hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi 7 persen hingga 2014.

Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 mencapai 6,1 persen. Sementara pada triwulan I-2009, akibat krisis keuangan global pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah menjadi 4,4 persen secara "year on year".

Sementara itu, Direktur Riset Infobank Eko B Supriyanto mengatakan target pertumbuhan yang disampaikan capres SBY lebih realistis dibanding yang lain melihat kondisi ekonomi dunia sekarang ini yang belum pulih dari krisis keuangan. "Justru 7 persen yang paling realistis. Tahun ini kita kan tumbuh 4 persen, jadi kalau 2010 naik ke 6-7 persen itu realistis lah. Meski sebenarnya 7 persen itu juga masih terlalu tinggi. Kalau capres JK sampaikan 8 persen itu terlalu optimis apalagi yang dikatakan Mega dua digit itu angan-angan lah," katanya.

Target pertumbuhan dua digit dalam lima tahun ke depan, menurut Eko, sangat sulit dicapai mengingat faktor-faktor ekonomi saat ini yang kurang mendukung.

"Pertumbuhan itu kan faktornya ada investasi, ekspor dan konsumsi dalam negeri. Buat investasi karena masih krisis, kita susah lah. Ekspor masih bisa, karena kita ekspor komoditas. Tinggal kita berharap di konsumsi saja. Itu pun konsumsi APBN atau belanja pemerintah. Penduduk kita banyak, maka konsumsi APBN juga banyak. Jadi dua digit itu angan-angan. Lha kita tumbuh 4 persen saja sudah yang nomor
tinggi di dunia setelah Cina dan India," katanya.

Minggu, 17 Mei 2009

Kerakyatan Vs Neolib, yang Penting Akomodasikan Rakyat!


JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik mengenai sistem ekonomi kerakyatan dan ekonomi neoliberalisme terkait konsep perekonomian capres/cawapres makin meruncing. Padahal, yang terpenting adalah bagaimana peran negara menyeimbangkan industri besar dan kecil.

"Apa pun sistem ekonomi yang dipakai, yang paling penting adalah peran negara dalam menyeimbangkan industri hulu maupun hilir," ujar pengamat ekonomi INDEF, Aviliani, kepada Kompas.com.

Peran negara dalam sistem ekonomi liberal, menurut Aviliani, bisa diterapkan. Namun, negara harus dapat menempatkan kepentingan industri kecil sekaligus mengembangkannya menjadi potensi ekonomi. "Mana yang harus diproteksi dan mana yang tidak, itu peran negara diperlukan. Misal sektor pertanian itu harus disubsidi, tetapi industri hilir dikembangkan," jelasnya.

Kebijakan liberalisasi yang dijalankan SBY, menurut Aviliani, tak sepenuhnya andil pemerintahan saat ini. "Banyak sekali kebijakan letter of intent dari pemerintahan terdahulu dan belum selesai, lalu menjadi tanggung jawab pemerintah saat ini," jelasnya.

Kelemahan sistem ekonomi yang saat ini diterapkan, dipaparkannya, terletak pada terlalu terbukanya negara memberi porsi bagi pasar untuk turut andil. "Peran negara itu yang terpenting untuk menentukan mana yang boleh dilepas dan diserahkan ke pasar dan mana yang tidak," tuturnya.

Sistem yang saat ini susah berjalan baik, dikatakannya, hanya perlu ketegasan dalam beberapa kebijakan terkait hal-hal yang bisa diserahkan ke pasar atau atas kendali pemerintah. Misalnya, masih ada beberapa peraturan perundangan yang perlu dikaji, seperti UU Devisa Bebas No 24/1999. "Sejak kita menganut devisa bebas, negara tidak bisa mengontrol keluar masuknya uang. Maka, peran spekulan jangka pendek sangat besar, inilah yang perlu diperbaiki," katanya.

Contoh lain, UU Independensi BI yang justru membuat kepemilikan bank-bank dalam negeri banyak dikuasai asing saat ini, termasuk juga beberapa kali penjualan BUMN kepada pihak asing. "Kebijakan seperti ini harus dikaji ulang," tegasnya.

Sedangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis kepentingan rakyat, menurutnya, justru tak realistis dilakukan saat ini. Pasalnya, sistem ekonomi ini lebih condong diterapkan di negara-negara sosialis. "Kondisi makroekonomi dengan defisit anggaran yang besar tak bisa mengakomodasinya.Kita masih butuh investor, padahal sistem ini menganut konsep tanah itu milik rakyat, lalu bagaimana pembagiannya, ini yang membingungkan," jelasnya.

Beberapa negara yang berhasil menerapkan sistem ini meski tak mengakomodasinya secara utuh, antara lain Singapura dan China. "Dia sana tanah memang dibagi-bagi, tetapi kepemilikannya diatur, negaralah yang berperan mengaturnya," ujarnya.

Ditegaskannya, sistem apa pun yang akan diterapkan, peran negara seharusnya dapat mengakomodasi kepentingan rakyat. "Jadi, bagaimana mempertahankan industri besar tetap berjalan, tetapi industri kecil dan menengah juga terus tumbuh," pungkasnya. (Kompas, 19 Mei 2009)