Kamis, 05 Maret 2009
Makanan Jadi Penyebab Inflasi, Tak Akan Lagi Deflasi
JAKARTA . Kenaikan bahan makanan pada Februari 2009 ini, diperkirakan menjadi faktor utama kenaikan inflasi. Dengan terjadinya inflasi pada bulan Februari maka kecenderungan deflasi sejak Desember 2008 hingga Januari 2009 diperkirakan terhenti. Selain kenaikan harga makanan, pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS juga menjadi alasan.
Ekonom Standart Chartered Erik Alek Soegandi memperkirakan pada Februari 2009 terjadi inflasi sebesar 0,3% (mom) atau 8,9% (yoy). “Faktor utamanya adalah kenaikan harga komoditas pangan, misalnya gula. Kenaikan itu terjadi karena adanya hambatan distribusi terutama cuaca dan infrastruktur yang rusak,” kata Erik di Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan, komponen bahan makanan dan makanan jadi mempunyai bobot 42% dalam perhitungan inflasi. Selain kenaikan komoditas pangan, inflasi juga terjadi karena pelemahan nilai rupiah terhadap mata uang asing. Hal itu menyebabkan imported inflasi menjadi tinggi juga.
Walaupun begitu, tekanan imported inflastion tidak begitu besar karena perusahaan sudah melakukan hedge untuk pembelian bahan mentah dan kapital goods. Selain itu produk-produk ini hanya mempunyai bobot yang relatif kecil dalam perhitungan indeks harga konsumen (Consumer Price Index/CPI) dibandingkan makanan.
Senada diungkapkan oleh Kepala Ekonom PT BNI Tbk A. Tony Prasetiantono. Ia mengungkapkan, faktor musiman seperti banyaknya hujan dan banjir menjadi penyebab utama terjadinya inflasi bulan ini. Curah hujan tinggi dan banjir mempengaruhi distribusi barang yang mengakibatkan kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Tony memperkirakan pada bulan Februari 2009 bakal mengalami inflasi paling tidak sekitar 0,5% (mom). Sedang secara tahunan (yoy) laju inflasi bulan Februari 2009 ada dalam kisaran 9%. “Banjir membuat distribusi menjadi kendala, sehingga banyak bahan makanan pokok yang menjadi naik, seperti beras dan gula,” katanya.
Dengan tekanan inflasi ini, maka Tony berharap BI rate bisa dipertahankan pada level 8,25% alias tidak berubah. BI rate tetap karena kurs rupiah belum berada pada keadaan yang menggembirakan alias terus melemah di level Rp 12.000/US$.
Sementara itu Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara mengatakan tekanan inflasi pada bulan Februari terjadi karena adanya pelemahan rupiah terhadap valuta asing lain. Namun karena gejolak pelemahan pada sisi permintaan sudah terjadi, diperkirakan laju inflasi Februari masih akan cukup rendah. “Karena demand juga turun maka harusnya inflasi juga masih rendah,” ujarnya.
Data Mandiri Securitas menyebutkan, laju inflasi Februari bulanan diperkirakan mencapai 0,3% dan tahunan 8,7%. Inflasi bulanan kali ini diproyeksi tumbuh lebih rendah dari rata-rata Februari sejak 3 tahun lalu sekitar 0,62%. Ini terjadi karena efek pemotongan harga BBM bersubsidi, sedang tekanan inflasi sendiri karena kenaikan harga makanan dan emas.
Ekonomi Senior pada Institute for Development Economics and Finance [Indef] M Fadhil Hasan mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS menjadi faktor utama terputusnya kecenderungan deflasi selama dua bulan belakangan ini.
Ketergantungan Indonesia pada komponen impor dalam pemenuhan kebutuhan bahan-bahan pokok domestik pada saat terjadinya depresiasi rupiah telah menciptakan inflasi impor (imported inflation). “Sedang faktor-faktor lain seperti tekanan harga bahan bakar minyak maupun kebutuhan pokok relatif sudah mereda,” katanya.
Untuk itu upaya pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga nilai tukar rupiah dari ancaman depresiasi sangat diperlukan dalam menjaga target pencapaian inflasi sepanjang tahun 2009. Ia yakin asalkan pemerintah dan BI bisa memelihara stabilitas nilai tukar, mungkin akan relatif lebih gampang mengontrol laju inflasi di kisaran 5-6% setahun penuh.
Ekonom Indef yang lain Aviliani menambahkan, inflasi akibat imported inflation di saat terjadi depresiasi rupiah adalah industri makanan dan minuman. “Meski komponen BBM sudah turun, namun karena ada sektor industri makanan dan minuman yang memiliki ketergantungan pada impor, kontribusi kenaikan harganya akan cukup tinggi,” katanya. Aviliani memperkirakan laju inflasi bulan Februari kemungkinan tercapai di posisi 0,01%. (Kontan Online)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
trima kasih infonya bu..
BalasHapusblog walking, salam kenal..